Kau selalu protes dengan caraku makan. Memakan apa yang kumakan langsung dari tanganku, yang kau sebut sebagai sisa-sisa kebudayaan purba. Mengapa kau tak pernah berpikir, betapa lebih mejijikkan bila aku memakan makananku dengan kakiku. Dan dengan kebanggaanmu sendiri, kau masih saja mengiris-ngiris binatang malang yang sudah mati itu dengan garpu dan pisaumu. Itukah yang kau sebut dengan Reformasi?
Aku tak pernah protes ketika kau dengan lihainya menghitamkan paru-paruku dengan rokok busukmu itu. Tidakkah kau terlalu bodoh untuk membaca peringatan kotak rokok itu, merokok dapat menyebabkan Impotensi. Kau bahkan tak kan menjadi lebih bangga dari kebanggaanku. Itukah yang kau sebut Kemajuan?
Kau bahkan menduduki bantal kepalamu sendiri dan mengentutinya lalu kau pakai lagi untuk merebahkan seluruh isi kepalamu. Dan aku harus membersihkan bercak-bercak kebodohan yang masih tertinggal di sana untuk kau kentuti lagi malam ini. Itukah yang kau sebut Taktik?
Aku tak pernah memahami mengapa kau selalu memakai sepatumu dari kaki kirimu dahulu. Merengek-rengek padaku jika baterai remote TV mu kosong di saat permainan bola kaki kesayanganmu akan tayang. Mengapa tak kau gunakan saja kaki kirimu itu untuk memulai langkahmu menuju Televisi itu?
Kau memandangiku lagi di dapur untuk mengatakan bahwa masakanku kurang 2 sendok makan gula, 1/2 sendok teh garam, 2 sendok teh merica, dan 1 sendok makan peluhku. Aku kini balas memandangiku, kubanting keras-keras setumpuk piring kaca dihadapanmu itu. "Aku berhenti jadi Babumu!"
Sebelum aku melangkah keluar arena, kau cuma berkata, "Jangan lupa menggantirugi selusin piring-piring itu dengan gajimu bulan ini!".
Hamburg, 10.12.2009 Pkl. 01.11
Oleh : Megah
KAK mega.....
ReplyDeletehahahahahahaaaa....
miss u........
hai mang..i pikir siapa neh...I like ur status :)
ReplyDelete