Ketika aku telah renta dan dia hampir mati karena kehilangan akalnya, aku berbincang-bincang bersamanya. Entah karena aku pun sudah setengah gila ataukah karena malam itu bulan mati dan semuanya senyap sehingga aku dapat mendengarkan pikiranku sendiri.
Aku :"Peluhku adalah Schweiß".
Pikiranku:"Berhentilah bermain-main dengan kata-kata itu. Tidak bisakah kau menghargai pendahulu kita yg berusaha membangun bahasa Indonesia dengan baik dan benar?"
Aku:"Kau adalah hasil didikan Jusuf Sjarif Badudu. Kau membaca bukunya seperti membaca sebuah roman cinta. Membosankan! Aku adalah hasil didikan Televisi dan akulturasi budaya ayah dan ibuku. Diamlah,aku bosan mendengarkanmu! Hor auf!"
Pikiranku:"Nah..gunakanlah
Aku:"Kau seperti sampah yg tidak punya aturan, tidak pernahkah aku ajarkan kepadamu sopan santun yg lebih baik selama bertahun-tahun ini ?".
Pikiranku:"Kau pun seperti parasit,tidak punya aturan memakai kata-katamu sendiri".Dia tertawa sangat panjang dan melolong.
Aku:"Lass mich doch eine weile ausruhen!".
Pikiranku:"Apa yang kau katakan?Aku tak memahaminya.Aku hampir gila karena selalu mencampuradukkan kata2 itu seperti mencampuradukkan kenyataan dengan imajinasimu. Aku lelah memahami apa yang kau katakan". Dia kini terduduk di pojok,termanggu,terpaku,en
Aku:"Aku sedang belajar!"
Pikiranku:"Itu yang kau katakan 50 tahun yang lalu.Dan sampai sekarang pun kau menjadikannya alasanmu. Kau tidak lagi punya kebanggaan itu. Kau hampir mati, tewas seperti binatang. Sebentar lagi aku pun akan meninggalkanmu".
Aku:"Bagaimana bisa kau meninggalkanku? Kau itu benalu dalam otakku. Tak terpisahkan walaupun kulemparkan ke dalam makanan babi sekalipun."
Pikiranku:"Sekarang siapa yang tidak punya sopan santun. Kau melihat apa yang tidak pernah ingin kau lihat, lalu memaksaku mencerna apa yang tidak ingin ku cerna".
Kini aku pun tertawa sangat keras. Tak tahu kemanakah arah mata angin membawa pembicaraan kami malam ini. Aku cuma berharap dia bungkam sehingga aku pun bisa mendalami duka karena kematian sang Bulan.
Aku beranjak menuju ranjangku yang tanpa penghangat. Berbaring bersama dia kembali. Berharap esok dia pergi, dan artinya aku pun telah benar2 kehilangan akal sehatku.
Hamburg, 01.12.2009 Pkl.10.30
Oleh : Megah
Bagus karya tulisnya. Penulis sejati. Salam kenal.
ReplyDeletehallo mas Achmad,terima kasih buat tanggapannya...:)
ReplyDelete